Entri Populer

Rabu, 25 Februari 2015

Rekristalisasi



Paraf Asisten
 



LAPORAN PRAKTIKUM KIMIA ORGANIK
Judul                          : Rekristalisasi
TujuanPercobaan     : Mempelajari teknik rekristalisasi untuk pemurnian senyawa organik
Pendahuluan
Rekristalisasi adalah suatu metode untuk pemurnian senyawa padatan yang dihasilkan dari reaksi-reaksi organik. Rekristalisasi yaitu perubahan struktur kristal akibat pemanasan pada suhu kritis. Zat padat sebagai produk dari suatu reaksi biasanya bercampur dengan zat padat lain. Pemurnian penting untuk dilakukan guna mendapatkan zat padat yang diinginkan. Prinsip rekristalisasi adalah perbedaan kelarutan zat pengotornya akibat pelepasan pelarut dari zat terlarutnya. Rekristalisasi dapat dilakukan dengan cara melarutkan sampel ke dalam pelarut yang sesuai kemudian dikristalkan kembali dengan cara dipanaskan kemudian didinginkan. Cara ini bergantung pada kelarutan zat dalam pelarut tertentu saat suhu ditingkatkan. Konsentrasi total impuritif  biasanya lebih kecil dari konsentrasi zat yang dimurnikan. Apabila suhu diturunkan maka konsentrasi impuritif yang rendah namun pada konsentrasi tinggi akan mengendap. Rekristalisasi dapat digunakan untuk pemurnian zat cair dan zat padat yang saling larut dan hasil kemurniannya dapat mencapai 100% (Arsyad, 2001).
Kemurnian suatu zat ditentukan oleh beberapa sifat fisiknya yaitu titik leleh, kelarutan, titik didih, tekanan uap, densitas dan lain-lain. Sifat fisik adalah karakteristik zat yang bisa diamati dan diukur tanpa mengubah komposisi kimianya. Kelarutan adalah sifat zat padat apabila berhadapan dengan zat cair yang berfungsi sebagai pelarut. Pada temperatur tertentu jumlah zat yang bisa larut dalam sistem pelarut tertentu adalah spesifik (Svehla, 1979).
Metode rekristalisasi mencakup lima tahapan yaitu:
1.    Pemilihan pelarut
Pelarut yang terbaik adalah pelarut dimana senyawa yang dimurnikan hanya larut sedikit pada suhu kamar tetapi sangat larut pada suhu yang lebih tinggi, misal pada titik didih pelarut itu. Pelarut harus melarutkan secara mudah zat-zat pengotor dan mudah menguap, sehingga dapat dipisahkan secara mudah dari materi yang dimurnikan. Titik didih pelarut harus lebih rendah dari titik leleh padatan untuk mencegah pembentukan minyak.

2.    Kelarutan senyawa padat dalam pelarut panas
Padatan yang akan dimurnikan dilarutkan dalam sejumlah minimum pelarut panas. Pada titik didihnya, sedikit pelarut ditambahkan sampai terlihat bahwa tidak ada tambahan materi yang terlarut kagi. Hindari penambahan berlebih.
3.    Penyaringan larutan
Larutan jenuh yang telah dipanaskan selanjutnya disaring menggunakan kertas saring yang ditempatkan dalam suatu corong.
4.    Kristalisasi
Filtrat hasil penyaringan selanjutnya dibiarkan kering. Zat padat murni akan memisah sebagai kristal. Kristalisasi sempurna jika kristal yang terbentuk banyak. Larutan harus dalam keadaan jenuh karena jika larutan telah mencapai derajat saturasinya, maka di dalam zat padat akan terbentuk zat padat kristal. Apabila kristalisasi tidak terbentuk selama pendinginan filtrat dalam waktu cukup lama maka larutan harus dibuat lewat jenuh.
5.    Pemisahan dan pengeringan kristal
Kristal dipisahkan dari larutan induk dengan penyaringan. Penyaringan umumnya dilakukan dibawah tekanan menggunakan corong Buchner. Kristal yang telah tersaring dicuci dengan pelarut dingin murni untuk menghilangkan kotoran yang menempel. Kristal kemudian dikeringkan dengan menekan kertas saring atau dioven
(Keenan, 1992).
Larutan yang akan dikristalkan seharusnya tidak berwarna, namun jika terbentuk larutan berwarna padahal zat padatnya ternyata tak berwarna maka ke dalam larutan panas sebelum disaring ditambahkan norit (arang halus) atau arang aktif. Tidak semua zat warna dapat diserap arang dengan baik. Zat warna yang tidak terserap akan tetap tinggal dalam induk lindi tetapi akan hilang pada waktu pencucian dan penyaringan. Penggunaan norit tidak boleh diulangi apabila larutan masih berwarna dan jangan berlebihan sebab dapat menyerang senyawanya (Svehla, 1979).
Prinsip Kerja
Prinsip percobaan kali ini yaitu memurnikan senyawa organik berdasarkan teknik rekristalisasi yaitu perbedaan kelarutan pada zat pengotornya serta pemilihan pelarut yang sesuai dengan sampel.
Alat
Tabung reaksi, pipet tetes, penangas air, erlenmeyer, corong buchner, timbangan, alat penentu titik leleh, kapiler.
Bahan
Etanol 95%, etil asetat, aseton, toluena, n-heksana, aquades, kertas saring.
Prosedur Kerja
Prosedur kerja percobaan ini adalah:
A.  Pemilihan Pelarut
1.    Masukkan masing-masing 0,05 g sampel yang telah dihaluskan kedalam 6 tabung reaksi.
2.    Tambahkan 1 mL aquades, etanol 95%, etil asetat, aseton, toluen, dan heksan pada masing-masing tabung reaksi tadi dan beri nomor 1-6 secara berurutan. Goyang tabung dan amati apakah sampel larut dalam pelarut tersebut pada suhu kamar. Amati dan catat pengamatannya.
3.    Panaskan tabung reaksi berisi sampel yang tak larut, lalu goyang tabungnya dan catat bilamana sampel tersebut larut dalam pelarut panas. Amati dan catat pengamatannya.
4.    Biarkan larutan menjadi dingin dan amati pembentukan kristalnya.
5.    Catat masing-masing pelarut dan tunjukkan pelarut yang manakah yang terbaik diantara keenam pelarut tersebut dan cocok untuk proses rekristalisasi sampel
6.    Lakukan prosedur yang sama dengan diatas untuk sampel unknown dan tentukan pelarut yang sesuai untuk rekristalisasinya.
B.  Rekristalisasi sampel Unknown
1.    Masukkan 0,25 g sampel unknown kedalam erlenmeyer. Tambahkan 2 mL pelarut yang sesuai (hasil dari prosedur A.6).
2.    Panaskan campuran perlahan sambil goyang larutan hingga semua padatan larut.
3.    Jika padatan tidak larut sempurna, tambahkan sedikit pelarut (kira-kira 0,5 mL) dan lanjutkan pemanasan. Amati setiap penambahan pelarut apakah lebih banyak padatan yang terlarut atau tidak.
4.    Dinginkan dalam es agar kristal lebih cepat terbentuk.
5.    Saring kristal dan cuci dengan sejumlah pelarut dingin menggunakan penyaring buchner. Lalu lanjutkan penyaringan hingga kering.
6.    Panaskan endapan diatas kertas saring kedalam oven hingga kering.
7.    Timbang kristal dan hitung persen recovery-nya.
8.    Tentukan titik leleh kristal dengan alat penentu titik leleh dan kapiler

Waktu yang dibutuhkan
·  Pemilihan pelarut : 60 menit
·  Rekristalisasi sampel unknown : 90 menit
Data Pengamatan
A.  Pemilihan Pelarut
a.    Sampel A (Asam Salisilat)
No
Larutan
Setelah Penambahan
Setelah Pemanasan
Setelah Pendinginan
1.
Etanol
Larut
-
-
2.
Etil Asetat
Larut
-
-
3.
Aseton
Larut
-
-
4.
Toluena
Tidak larut
Larut
Terbentuk kristal seperti jarum namun lebih sedikit
5.
Heksana
Tidak larut
Heksana menguap
-
6.
Aquadest
Tidak larut
Larut
Terbentu kristal seperti jarum & banyak
b.    Sampel B (Asam Benzoat)
1.
Etanol
Larut
-
-
2.
Etil Asetat
Larut
-
­-
3.
Aseton
Larut
-
-
4.
Toluena
Tidak larut
Larut
Tidak terbentuk kristal
5.
Heksana
Tidak larut
Tidak larut
-
6.
Aquadest
Tidak larut
Terbentuk kristal padat dengan cepat
Kristal memadat seluruhnya



c.    Sampel C (Asetanilida)
No
Larutan
Setelah Penambahan
Setelah Pemanasan
Setelah Pendinginan
1.
Etanol
Larut
-
-
2.
Etil Asetat
Larut
-
-
3.
Aseton
Larut
-
-
4.
Toluena
Tidak larut
Larut dan terbentuk gel kekuningan
Memadat membentuk kristal
5.
Heksana
Tidak larut
Heksana menguap
-
6.
Aquadest
Tidak larut
Larut
Terbentuk kristal seperti jamur
d.   Sampel D (Bodrexin)
1.
Etanol
Tidak larut
Tidak larut
-
2.
Etil Asetat
Tidak larut
Menjadi gel
-
3.
Aseton
Tidak larut
Menjadi gel
-
4.
Toluena
Tidak larut
Tidak larut
-
5.
Heksana
Tidak larut
Heksana menguap
-
6.
Aquadest
Tidak larut
Larut
Terbentuk kristal seperti jarum

B.  Rekristalisasi Sampel Unknown (Pelarut Air)
No
Massa sampel awal
Massa sampel akhir
Titik leleh
1.
0,25 g
0,08 g
148oC

Kertas Saring I
0,34 g
Kertas Saring II
0,34 g


Hasil Percobaan
Massa Kristal Sampel
Titik Leleh Sampel
Pelarut yang digunakan
Jenis Sampel
% Rendemen
0,08 g
148oC
Aquadest
Bodrexin
32%

Pembahasan Hasil
Percobaan kali ini bertujuan untuk mempelajari teknik rekristalisasi pada pemurnian senyawa organik. Prosedur pertama yang dilakukan yaitu pemilihan pelarut untuk sampel dan dilanjutkan dengan rekristalisasi sampel unknown dengan pelarut yang sesuai. Sampel yang digunakan ada 3 macam yaitu sampel A (asam salisilat), sampel B (asam benzoat), sampel C (asetanilida), dan sampel D (bodrexin). Pelarut yang digunakan ada 6 macam yaitu etanol, etil asetat, aseton, toluena, heksana, dan aquadest.
Prosedur pertama yang dilakukan yaitu pemilihan pelarut. Sampel A adalah asam salisilat dengan serbuk berwarna putih. Sampel diambil 0,05 g sebanyak 6 kali dan kemudian dimasukkan dalam 6 tabung reaksi yang telah diberi nomor sebelumnya. Selanjutnya tambahkan satu macam pelarut untuk masing-masing tabung reaksi sebanyak 1 mL. Pada sampel A, ketiga tabung reaksi yang ditambah etanol, etil asetat dan aseton menunjukkan kesemuanya larut seluruhnya dalam pelarut tersebut. Untuk tiga macam pelarut lainnya yaitu toluena, heksana, dan aquadest menunjukkan bahwa sampel tidak larut. Selanjutnya toluena menghasilkan larutan putih dan endapan putih yang tidak larut. Ketiga sampel yang tidak larut selanjutnya dipanaskan untuk mempercepat pembentukan kristal. Setelah pemanasan, sampel A yang ditambah toluena dan aquadest larut. Namun untuk sampel yang ditambah dengan heksana larutan tetap tidak larut dan pelarut menjadi menguap seluruhnya. Dari percobaan ini dapat diambil kesimpulan bahwa toluena dan aquadest merupakan pelarut yang cocok untuk sampel A. Pelarut terpilih karena ciri-ciri pelarut yang sesuai yaitu tidak melarutkan sampel pada suhu ruang. Namun pelarut dapat melarutkan sampel setelah larutan dipanaskan. Setelah dingin, sampel A yang menggunakan pelarut toluena mulai menampakkan kristal putihnya berbentuk seperti jarum berwarna putih. Pada sampel A yang menggunakan pelarut aquadest pun menampakkan kristal putihnya berbentuk seperti jarum berwarna putih namun dengan jumlah yang lebih banyak daripada sampel A dengan pelarut toluena.

Gambar dari kiri ke kanan
Sampel A dengan pelarut toluena-heksana-aquadest.
 
Sampel selajutnya yaitu sampel B berupa asam benzoat. Untuk prosedur percobaan sama dengan sampel A. Pada sampel B, ketiga tabung reaksi yang ditambah etanol, etil asetat dan aseton menunjukkan kesemuanya larut seluruhnya dalam pelarut tersebut. Untuk tiga macam pelarut lainnya yaitu toluena, heksana, dan aquadest menunjukkan bahwa sampel tidak larut. Selanjutnya pelarut aquadest menghasilkan kristal putih yang tidak larut. Ketiga sampel yang tidak larut selanjutnya dipanaskan untuk mempercepat pembentukan kristal. Pelarut toluena menunjukkan bahwa sampel kesemuanya larut dalam toluena. Pelarut heksana menunjukkan bahwa sampel tidak larut. Pelarut aquadest menunjukkan terbentuknya kristal padat dengan cepat setelah dipanaskan. Setelah dingin, untuk pelarut toluena tidak menghasilkan kristal, namun untuk pelarut aquadest kristal memadat seluruhnya.
Sampel selanjutnya yaitu sampel C berupa senyawa asetanilida. Untuk prosedur percobaan sama dengan sampel A. Pada sampel C, ketiga tabung reaksi yang ditambah etanol, etil asetat dan aseton menunjukkan kesemuanya larut seluruhnya dalam pelarut tersebut. Untuk tiga macam pelarut lainnya yaitu toluena, heksana, dan aquadest menunjukkan bahwa sampel tidak larut. Ketiga sampel yang tidak larut selanjutnya dipanaskan untuk mempercepat pembentukan kristal. Pelarut toluena menunjukkan bahwa sampel kesemuanya larut dan terdapat gel kekuningan. Pelarut heksana menunjukkan bahwa sampel tidak larut karena senyawa organik terburu menguap. Pelarut aquadest menunjukkan kesemuanya larut setelah dipanaskan. Setelah dingin, untuk pelarut toluena menghasilkan kristal namun memadat, namun untuk pelarut aquadest kristal yang terbentuk seperti jarum.
Sampel selanjutnya yaitu sampel bodrexin sebanyak 0,05 g dengan 6 kali pengukuran. Sampel D berupa senyawa asetanilida. Untuk prosedur percobaan sama dengan sampel A. Pada sampel D, keenam tabung reaksi yang ditambah etanol, etil asetat, aseton, toluena, heksana, dan aquadest menunjukkan kesemuanya larut seluruhnya dalam pelarut tersebut. Keenam sampel yang tidak larut selanjutnya dipanaskan untuk mempercepat pembentukan kristal. Sampel D1 dan D4 yang ditambah pelarut etanol dan toluena menunjukkan bahwa larutan tidak larut. Sampel D2 dan D3 menunjukkan bahwa sampel menjadi gel. Pelarut heksana menunjukkan bahwa sampel tidak larut karena senyawa organik terburu menguap. Pelarut aquadest menunjukkan kesemuanya larut setelah dipanaskan. Setelah dingin, untuk pelarut aquadest kristal yang terbentuk seperti jarum.







Prosedur selanjutnya yaitu rekristalisasi sampel unknown menggunakan 0,25 g sampel bodrexin. Pelarut yang digunakan yaitu pelarut aquadest. Aquadest dipilh karena dari keempat sampel yang diuji diatas, pelarut aquadest memberikan hasil yang bagus untuk dijadikan pelarut. Selanjutnya sampel ditambah 2 mL aquadest dan dipanaskan. Karena belum terbentuk kristal maka sampel didinginkan didalam es agar proses rekristalisasi segera berlangsung. Setelah kristal terbentuk segera saring menggunakan corong buchner. Prinsip kerja corong buchner yaitu dengan tekanan. Jangan lupa untuk menggunakan pelarut dingin saat penyaringan dengan corong buchner. Hal ini agar kristal tidak larut lagi dalam larutan. Setelah residu didapat, keringkan sampel didalam oven selama ± 45 menit untuk menghilangkan kadar airnya sehingga dapat ditimbang massa residunya. Setelah kering timbang massanya dan dikurang dengan massa awal kertas saring, sehingga akan diperoleh massa residu yaitu 0,08 g. Selanjutnya residu diambil dan dimasukkan dalam kapiler untuk ditentukan titik lelehnya menggunakan set alat penentu titik didih. Dan didapat 148oC untuk titik leleh bodrexin. Bodrexin menggunakan pelarut aquadest karena menyesuaikan dengan hasil dari keempat sampel sebelumnya. Asam salisilat, asam benzoat, dan asetanilida merupakan beberapa senyawa yang terkandung dalam Bodrexin.
Kesimpulan
Rekristalisasi adalah perubahan struktur kristal akibat pemanasan pada suhu kritis. Sampel unknown yan digunakan yaitu Bodrexin dengan massa awal 0,25 g. Massa kristal sampel yang diperoleh adalah 0,08 g dengan menggunakan pelarut aquadest dan diperoleh titik didih sebesar 148oC.
Referensi
Arsyad. 2001. Prinsip-Prinsip Kimia Modern. Jakarta : Erlangga.
Keenan, Charles W,. 1992. Kimia Untuk Universitas Jilid 2. Jakarta : Erlangga.
Svehla, G,. 1979. Vogel Buku Teks Analisis Anorganik Kualitatif Makro dan Semimikro Jilid I Edisi Kelima. Jakarta : PT. Kalman Media Pustaka.
Saran
Untuk praktikum selanjutnya hendaknya ada lebih dari satu neraca analitis sehingga para praktikan tidak terlalu menunggu lama karena antre.
Nama Praktikan
Lubabah Putri Dhuha
NIM
121810301061


Tidak ada komentar:

Posting Komentar